Segala bentuk perjudian yang dilakukan secara offline atau online hukumnya haram
Dengan bermodalkan internet dan sepeser uang ribuan rupiah, banyak orang memilih mengadu nasib terjun ke dunia perjudian. Padahal, judi online merupakan sikap buruk yang perlu dihindari umat muslim.
Mengutip dari laman resmi MUI, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali, telah menegaskan bahwa segala bentuk perjudian yang dilakukan secara langsung (offline) atau daring (online) itu hukumnya haram.
Istri bisa memutuskan bercerai jika tidak terima suaminya berjudi
Salah satu sikap baik Allah adalah Maha Pemaaf alias mudah memaafkan umatnya. Jika sudah diberitahu dan suami ingin berhenti dengan bertobat, maka Allah akan mengampuninya.
“Kalau dia (yang berjudi) mau bertobat, maka dia tak berdosa. Orang yang bertobat maka tidak berdosa,” jelas Ustaz Somad.
Jika seorang suami terlibat perjudian, maka pilihan istri hanyalah dua, yakni memaafkan atau menerimanya. Jika Mama tidak mau terima, maka Mama bisa memutuskan hubungan.
“Kalau ibu tak mau terima, maka bercerai. Ibu bisa memutuskan hubungan namanya khulu, kalau laki laki namanya talak artinya cerai. Kalau mau lanjut, suami yang bertobat bisa diterima dengan baik. Kalau nggak terima bisa gugat ke pengadilan,” pungkasnya.
Jadi itulah cara menyikapi suami yang suka main judi menurut ustaz Abdul Somad. Semoga informasinya membantu, ya.
Poster film Victoria & Abdul
BBC FilmsPerfect World PicturesWorking Title FilmsCross Street Films
Victoria & Abdul adalah film drama biografi tahun 2017 yang disutradarai oleh Stephen Frears dan diproduseri oleh Tim Bevan, Eric Fellner, Beeban Kidron dan Tracey Seaward. Naskah film ini ditulis oleh Lee Hall berdasarkan buku Victoria & Abdul karya Shrabani Basu. Film ini dibintangi oleh Judi Dench, Ali Fazal, Eddie Izzard, Tim Pigott-Smith (dalam peran film terakhirnya), Adeel Akhtar dan Michael Gambon.
Film Victoria & Abdul ditayangkan secara perdana di Festival Film Venesia pada tanggal 3 September 2017[4] dan dirilis di Britania Raya pada tanggal 15 September 2017. Film ini dirilis di Amerika Serikat pada tanggal 22 September 2017 secara terbatas dan 6 Oktober 2017 secara luas.[5] Film ini mendapatkan review rerata dari para kritikus.
Abdul Karim (Ali Fazal), seorang petugas penjara muda dari Agra, India, ditugaskan ke Britania Raya untuk menghadiri acara Yubileum Emas Ratu Victoria (Judi Dench) pada tahun 1887 dan memberikan hadiah kepada Ratu Victoria berupa mohur, koin emas yang telah dicetak sebagai tanda penghargaan dari India yang diperintah oleh Britania Raya.
Ratu Victoria, yang kesepian dan lelah terhadap para bangsawan yang menjilat, memperhatikan Abdul dan kemudian menjalin persahabatan dengannya. Sang Ratu menghabiskan waktu dengan Abdul sendirian dan mengangkat Abdul menjadi Munsyi-nya. Sang Ratu juga meminta Abdul untuk mengajarkannya bahasa Urdu dan Al-Qur'an. Ketika Ratu Victoria mengetahui bahwa Abdul telah menikah, sang Ratu mengundang istri dan ibu mertua Abdul untuk bergabung dengannya ke Britania Raya. Mereka tiba mengenakan Burkak hitam, menyebabkan seisi staf istana dan para bangsawan khawatir.
Ketika Ratu Victoria memperlakukan Abdul sebagai putranya sendiri, seluruh staf istana dan para bangsawan, termasuk putra sang Ratu, Pangeran Bertie (Eddie Izzard), serta Perdana Menteri Robert Gascoyne-Cecil (Michael Gambon) tidak menyukai perlakuan tersebut. Mereka berencana untuk merusak hubungan sang Ratu dengan Abdul, berharap bahwa Abdul akan dipulangkan. Ketika Ratu Victoria mempermalukan dirinya sendiri dengan menceritakan kembali kepada staf istana dan para bangsawan pandangan tentang Pemberontakan India yang diceritakan oleh Abdul kepada sang Ratu, iman dan kepercayaan sang Ratu kepada Abdul terguncang dan sang Ratu memutuskan bahwa Abdul harus pulang. Namun, pada hari berikutnya, sang Ratu berubah pikiran dan meminta Abdul untuk tinggal. Ratu Victoria memberikan Abdul liontin berhiaskan berlian berisi foto sang Ratu.
Ratu Victoria sangat tertarik dengan India dan di rumahnya di Osborne House, Pulau Wight, ia memiliki ruang Durbar yang dibangun untuk fungsi-fungsi kenegaraan, dihiasi secara rumit dengan ukiran oleh Bhai Ram Singh dengan gaya yang rumit dan dengan karpet dari Agra. Sang Ratu menggantung potret orang India di rumah tersebut. Ratu Victoria memberitahu seluruh staf istana dan para bangsawan bahwa sang Ratu bermaksud untuk memberikan gelar ksatria kepada Abdul.
Perdana Menteri bersikeras bahwa seluruh staf istana dan para bangsawan harus menemukan cara untuk menyingkirkan Abdul. Mereka mencari latar belakang keluarganya di India dan memberitahu Ratu Victoria dengan dokumen yang menunjukkan bahwa keluarganya sangat sederhana dan miskin daripada yang dikatakan oleh Abdul. Ketika Ratu Victoria bersikeras meminta dokter pribadinya untuk memeriksa Abdul dan mencari tahu mengapa istrinya belum hamil, sang dokter menemukan bahwa Abdul menderita kencing nanah dan bergegas memberitahu Ratu Victoria, berharap bahwa Ratu Victoria memecat Abdul karena jijik dengan penyakit Abdul, tetapi Ratu Victoria tidak memecat Abdul dan memperingatkan seluruh staf istana dan para bangsawan karena berusaha menyingkirkan Abdul.
Seluruh staf istana dan para bangsawan memutuskan bahwa jika Ratu Victoria tidak memutuskan hubungan dengan Abdul, maka mereka semua akan mengundurkan diri. Mereka juga mengancam untuk mengesahkan Ratu Victoria sebagai orang gila. Ketika Ratu Victoria diberitahu, sang Ratu sangat marah dan memanggil seluruh staf istana dan para bangsawan ke ruang Durbar dan menuntut siapapun yang ingin mengundurkan diri untuk maju. Ketika tidak ada satu pun staf istana yang melakukannya, Ratu Victoria memberitahu mereka bahwa sang Ratu telah memutuskan untuk tidak menjadikan Abdul seorang kesatria, tetapi memasukkan Abdul dalam daftar kehormatan berikutnya sebagai Komandan Royal Victorian Order.
Ketika Ratu Victoria jatuh sakit, sang Ratu meminta Abdul untuk kembali ke India ketika sang Ratu masih bisa memberikan perlindungan kepada Abdul. Sang Ratu memperingatkan Abdul bahwa ketika sang Ratu meninggal, para bangsawan akan menyalahkan Abdul, tetapi Abdul menegaskan bahwa ia akan tetap bersama Ratu Victoria sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1901, Ratu Victoria meninggal dan putra sang Ratu, Bertie, yang sekarang Edward VII, menolak Abdul dan membakar semua hadiah dan kertas yang diterima oleh Abdul dari sang Ratu serta memulangkan Abdul dan keluarganya kembali ke India. Istri Abdul menyembunyikan dan menyelamatkan liontin itu untuk Abdul. Hal ini menunjukkan bahwa Abdul tinggal di India hingga kematiannya delapan tahun kemudian pada tahun 1909. Film ini berakhir dengan Abdul berlutut di patung besar Ratu Victoria yang dekat dengan Taj Mahal, berbicara dengannya dan mencium kakinya dengan hormat.
Film Victoria & Abdul mendapatkan review rerata dari para kritikus. Berdasarkan Rotten Tomatoes, film ini memiliki rating 65%, berdasarkan 179 ulasan, dengan rating rata-rata 6,2/10.[6] Berdasarkan Metacritic, film ini mendapatkan skor 58 dari 100, berdasarkan 34 kritik, menunjukkan "ulasan rerata".[7]
Film Victoria & Abdul mendapatkan $22.245.070 di Amerika Utara dan $43.176.197 di negara lain. Total pendapatan yang dihasilkan oleh film ini mencapai $65.421.267, melebihi anggaran produksi film $21 juta.[3]
Pada pembukaan akhir pekan secara terbatas, film ini mendapatkan $158.845, menempati posisi ke-26 di box office. Namun, pada pembukaan akhir pekan secara luas, film ini mendapatkan $4.171.870, menempati posisi ke-8 di box office.[3]
Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf (bahasa Arab: عَبْدُ المُطَّلِب بن هاشم بن عبد مناف ) adalah kakek Rasulullah Muhammad saw, pembesar kabilah Quraisy yang sangat disegani dan dihormati di kota Mekah. Ia lahir di kota Yatsrib dan hijrah ke Mekah pada usia 7 tahun dan menjalani kehidupannya di kota tersebut sampai akhir hayatnya. Ia dikenal dalam peristiwa penyerangan kota Mekah oleh pasukan bergajah yang dipimpin Abrahah.
Foto lama (sebelum perusakan)
tempat pemusaraan Sayidina Abdul Muthtalib
Abdul Mutthalib berasal dari kabilah Quraisy, putra Hasyim sehingga ia dikenal sebagai pembesar dari bani Hasyim. Nasab dan silsilah keluarganya sampai kepada Nabi Ibrahim as. Ibunya bernama Salma binti 'Amru dari bani Najjar Khazraj dari Thaifah. Setelah Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, kabilah neneknya tersebut menjadi sahabat dan pembela Rasulullah saw.[1] Nasab Aimmah as dan para pembelanya (bani Ali, bani Ja'far dan bani Aqil) berujung pada Abu Thalib bin Abdul Mutthalib dan yang berasal dari nasab bani Abbas ada 37 orang dari khalifah Dinasti Abbasiyah (132 H/749 – 656 H/1258) sampai kepada Abbas bin Abdul Mutthalib dan nasab 17 orang dari khulafah Abbasiyah di Mesir (659 H/1261 – 923 H/1517). Begitupun khalifah ke 35 Dinasti Abbasiyah di Irak yaitu al-Thahir Billah (622 H/1225 – 623 H/1226) juga sampai kepada Abbas bin Abdul Mutthalib. [2]
Silsilah keluarga Nabi saw
Nama asli Abdul Mutthalib yaitu Syaibah dan kunyahnya adalah Abu al-Harits.[3] Disebutkan pula bahwa ia memiliki nama lainnya, diantaranya: Amir, Sayid al-Bathaha', Saqi al-Hajaij, Saqi al-Ghaits, Ghaits al-Wara fi al-'Am al-Jadab, Abu al-Sadat al-'Asyarah, Abd al-Muthalib, Hafir Zam-zam [4], Ibrahim Tsani [5] dan Fayyadzh.
Yang menjadi penyebab ia lebih dikenal dengan sebutan Abdul Mutthalib: Setelah beberapa tahun pasca wafatnya Hasyim, Muththalib (paman Abdul Mutthalib) membawanya dari kota Yastrib ke kota Mekah. [6]Sewaktu warga kota Mekah dan Quraisy melihat Abdul Mutthalib memasuki kota bersama pamannya, mereka menganggapnya sebagai budak yang dibawa Muththalib dari kota Yastrib, dengan itu dinamai Abdul Mutthalib (budak atau hamba sahaya dari Muththalib), meski mereka menyadari kekeliruan itu, nama Abdul Mutthalib oleh penduduk Mekah terus dilekatkan padanya. [7]
Hasyim ayah Abdul Muthalib dalam perjalanannya ke Yastrib, ia menikah dengan Salma binti 'Amru bin Zaid dari Thaifah bani Najjar. [8] Sebelum kelahiran puteranya Abdul Muthalib (Syaibah), Hasyim melakukan perjalananan ke kota Gaza Palestina, namun meninggal dunia di kota tersebut dan di tempat itu pula ia dimakamkan. [9] Beragam pendapat dari ahli sejarah menyebutkan Abdul Mutthalib bersama ibunya di kota Yastrib selama 7 tahun, ada pula yang menyebut lebih dari itu. [10] Tidak berselang lama, Muththalib pamannya sengaja ke kota Yastrib untuk menjemputnya dan membawanya kembali ke kota Mekah. [11]
Penggalian Sumur Zam-zam
Menurut catatan sejarah kota Mekah, sebelum Mekah dibawah dominasi Qushay bin Kilab (nenek moyang Rasulullah saw), kabilah Jurhum lebih dulu berkuasa di Mekah. Namun karena kabilah Jurhum bertindak sewenang-wenang dan menindas kabilah lain, maka terjadi perebutan kekuasaan yang diawali dengan perang antar kabilah yang berlarut-larut. Saat Umar bin Harits menjadi kepala kabilah, Jurhum mengalami kekalahan. Untuk menyelamatkan harta kabilah yang tersimpan di dalam Kakbah, Umar bin Harits mengeluarkannya dan menjatuhkannya ke sumur Zam-zam kemudian menutupinya dengan tanah supaya tidak bisa ditemukan. Beberapa tahun setelahnya saat Mekah dibawah kekuasaan Abdul Muthalib, ia memerintahkan untuk menemukan kembali sumur Zam-zam dan melakukan penggalian atasnya. Beruntung, lokasi sumur Zam-zam bisa ditemukan dan pasca penggalian, Abdul Muthalib menemukan harta dan perhiasan yang tersembunyi didalamnya. Dengan harta tersebut, Abdul Muthalib mendanai renovasi Kakbah, termasuk renovasi sumur Zam-zam sehingga akhirnya bisa dimanfaatkan kembali oleh penduduk kota Mekah. [18]
Menurut sebagian perawi, pada peristiwa penggalian sumur Zam-zam, ia mendapat penentangan dan protes dari pembesar-pembesar Quraisy lainnya, untuk memuluskan langkahnya, Abdul Muthalib melakukan nazar (janji) kepada dirinya sendiri bahwa jika ia mempunyai 10 anak, maka ia akan mengorbankan salah satu dari kesepuluh anaknya tersebut di jalan Allah swt di sisi Kakbah. Proses penggalian sumur Zam-zampun mendapat kemudahan dari Allah swt dan akhirnya bisa kembali dimanfaatkan seperti semula.
Beberapa tahun kemudian, Abdul Muthalib dikaruniai anak sampai sepuluh orang. Ia mengundi nama kesepuluh anaknya dan anak yang bernama Abdullah yang keluar namanya. namun keputusan terakhir adalah mengorbankan seratus onta untuk menggantikan posisi Abdullah.
Ali Dawani dengan bersandar pada keyakinan bahwa Abdul Mutthalib adalah seorang yang bertauhid dan bentuk nazar yang dilakukan oleh Abdul Mutthalib dengan mengorbankan anaknya adalah perbuatan penyembah berhala. Ia menolak kesahihan riwayat tersebut dengan mengajukan beberapa alasan, diantaranya yaitu silsilah perawi pada riwayat peristiwa tersebut adalah orang-orang yang tidak bisa ditelusuri identitasnya dan masih menurut Ali Dawani, peristiwa nazar Abdul Mutthalib merupakan cerita legenda buatan dinasti bani Umayyah dan riwayat buatan ini baru muncul pada masa dinasti bani Umayyah, untuk menunjukkan Abdul Muthalib termasuk seorang yang musyrik, sehingga mereka bisa menjatuhkan posisi Imam Ali bin Abi Thalib as yang memiliki nasab dan silsilah yang terhormat.[19]
Menurut riwayat yang kuat, Abdul Muthalib menganut agama Hanif (Agama yang sesuai dengan fitrah dan perintah para Nabi dari Adam as sampai Muhammad saw) dan tidak pernah menyembah berhala sekalipun dalam episode hidupnya. Salah seorang sejarahwan abad ketiga Hijriyah , Mas'udi setelah melakukan penelitian terhadap berbagai pendapat yang muncul berkenaan dengan iman dan agama Abdul Muthalib berpendapat, bahwa Abdul Muthalib tidak pernah menyembah berhala dan menganut agama yang hanif (lurus). [20]
Syekh Shaduq yang menukilkan riwayat dari Imam Shadiq as menyatakan bahwa Nabiullah Muhammad saw pernah berkata kepada Imam Ali as: Abdul Muthalib tidak pernah sekalipun bermain judi dan menyembah berhala. Selanjutnya ia berkata, "Aku memegang teguh agama nenek moyangku, Ibrahim as." [21]
Kepribadian Abdul Mutthalib
Ya'qubi mengatakan, "Abdul Mutthalib sewaktu memegang kedudukan sebagai kepala kabilah, tidak disertai dengan persaingan. Allah swt tidak memberikan kecakapan dan kemampuan memimpin pada siapapun dizamannya sebagaimana yang ia miliki. Dari sumur Zam-zam di Mekah sampai Dzu al-Haram di Thaif ia jamin kenyamanannya. Kaum Quraisy sendiri memberikan masing-masing hartanya kepada Abdul Mutthalib untuk dikelola dan dibawah manajemennya tidak ada seorangpun warga yang mengalami kelaparan meskipun burung-burung di pegunungan juga tidak pernah ada yang kekurangan makanan. Mengenai hal tersebut, Abu Thalib pernah berkata:" Betapa kami memberikan makanan kepada masyarakat, sampai burung-burungpun merasa dikenyangkan oleh kedermawanan kami."
Semasa hidupnya, Abdul Mutthalib sama sekali tidak pernah menyembah berhala. Ia meyakini tauhid dan memiliki ilmu ma'rifat mengenai Allah swt sehingga jika ia bernadzar atau bersumpah maka ia niatkan karena Allah swt. Sebagian dari sunnah yang dijaganya, disebutkan dalam Al-Qur'an. [13]
Ya'qubi meriwayatkan hadis yang sanadnya sampai ke Nabi Muhammad saw, bahwa ia bersabda, "Allah swt mengumpulkan pada kakek saya –Abdul Mutthalib- silsilah kenabian dan keagungan para bangsawan." [14]
Berdasarkan catatan sejarah, baik dalam periwayatan Islam maupun kesaksian warga setempat, peristiwa penyerangan ke kota Mekah oleh tentara Abrahah yang dikenal dengan istilah ashab al-Fil (Pasukan Gajah) yang hendak menghancurkan Kakbah terjadi pada masa Abdul Mutthalib sebagai kepala kabilah dan pimpinan di kota Mekah. [15] Sewaktu memasuki kota Mekah, tentara Abrahah merampas unta-unta milik penduduk Mekah. Ketika mendapatkan laporan tersebut, Abdul Mutthalib menemui Abrahah dan memprotes tindakannya. Ia meminta agar unta-unta yang dirampas tentara Abrahah untuk segera dikembalikan kepada pemiliknya. Abrahah mengatakan, "Aku pikir kamu datang berdialog untuk mencegah niatku menghancurkan Kakbah."
Abdul Mutthalib, "Saya adalah penanggungjawab dan penjaga dari unta-unta yang dirampas oleh tentara anda. Sementara Kakbah, ada pemiliknya sendiri yang akan menjaganya.”
Sehabis menyampaikan hal tersebut, ia kembali ke kota Mekah dan memerintahkan kepada penduduk kota Mekah untuk berlindung di balik bukit sembari membawa harta benda mereka untuk diselamatkan. [16] Hari berikutnya, terjadilah peristiwa yang sangat menakjubkan. Ketika pasukan bergajah Abrahah hendak menghancurkan Kakbah, tiba-tiba berdatangan sekelompok burung dari langit yang menyerang pasukan tersebut sehingga pasukan tersebut kocar-kacir. Banyak dari pasukan bergajah tersebut yang tewas dan sebagian kecil dari mereka melarikan diri.[17]
Sunnah Abdul Muthalib
Syekh Shaduq dalam kitab al-Khishāl menuliskan riwayat dari Imam Shadiq as yang menyebutkan Nabi Muhammad saw berkata kepada Imam Ali as, "Abdul Muthalib memiliki lima sunnah yang diberlakukannya pada masa jahiliyah dan kelima sunah tersebut tetap diberlakukan di masa Islam. Lima sunah itu adalah mengharamkan istri ayah untuk dinikahi anaknya dan Allah swt berfirman, "Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu." [22]
Ia menemukan harta yang terpendam (maksudnya adalah harta yang ditemukannya pada saat penggalian sumur Zam-zam) dan mengeluarkan khumusnya.[23] Allah swt berfirman mengenai hal tersebut, "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah…" [24]
Sewaktu sumur Zam-zam bisa kembali dimanfaatkan, Abdul Muthalib menyebutnya سقایة الحاج (tempat minum jemaah haji) yang diperuntukkan untuk menjamu jemaah haji. Mengenai pelayanan terhadap jemaah haji yang dilakukan Abdul Muthalib, Allah swt berfirman, "Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjid al-Haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah?" [25]
Abdul Muthalib menetapkan aturan diyah (denda) terhadap pembunuhan satu jiwa manusia sebanyak seratus ekor unta, dan hukum itu pula yang berlakukan oleh Allah swt dalam agama Islam. Ketika melakukan putaran saat tawaf di Kakbah yang dilakukan kaum Quraisy, sebelumnya tidak memiliki ketentuan jumlah, lalu oleh Abdul Muthalib ditetapkan ketentuan, saat tawaf yang dilakukan adalah mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh putaran. Aturan tawaf tujuh kali putaran itu pula yang kemudian hari ditetapkan dalam aturan fikih haji dalam Islam. [26] Ya'qubi menulis, "Abdul Muthalib menjadi peletak batu pertama sunnah-sunnah yang kemudian dijalankan dan ditetapkan oleh Rasulullah saw yang mendapat penegasan dengan turunnya ayat-ayat Ilahi yang berkenaan dengan hal tersebut. Diantaranya: Kesetiaan pada nazar (janji), penetapan 100 ekor unta sebagai pembayaran diyah, pengharaman pernikahan dengan mahram, pelarangan memasuki rumah melalui atas atap, memotong tangan pencuri, pelarangan membunuh anak perempuan, mubahalah, pengharaman minuman keras, pengharaman zina dan pemberlakukan hukum rajam untuk pelakunya, pengharaman mengundi/judi, melarang tawaf dengan telanjang, penghormatan terhadap tamu, pengeluaran ongkos ibadah haji dari harta yang halal dan layak, memuliakan bulan-bulan haram dan pelarangan untuk berbuat riya dan berlaku nifak." [27]
Menurut sumber yang masyhur, Abdul Muthalib meninggal dunia disaat Nabi Muhammad saw berusia 8 tahun. [28]Sejarawan berbeda pendapat mengenai usia Abdul Mutthalib saat wafatnya, ada yang berpendapat 82 tahun, 108 tahun dan 140 tahun.
Disebutkan, sesaat sebelum meninggalnya, Abdul Mutthalib mengumpulkan anak-anak perempuannya dan berkata, "Sebelum saya wafat, saya menginginkan kalian menangis untukku, bacakanlah syair kesedihan, sehingga kalian bisa mengatakan apa yang kalian hendak katakan setelah aku meninggal."
Seketika itu pula, anak-anak perempuan Abdul Mutthalib menangisinya dan membacakan sajak-sajak kepiluan. Dinukilkan dari Ummu Aiman, yang berkata, "Muhammad mendatangi jenazah Abdul Mutthalib dan kemudian menangis." Jenazah Abdul Mutthalib dibawa ke Hujun dan dimakamkan di sisi kakeknya, Qushay bin Kilab. [29]
Diriwayatkan Abdul Mutthalib memiliki 10 orang putra yang bernama: Harits, Abdullah, Zubair, Abu Thalib, Hamzah, Maqum, Abbas, Dharar, Qatsam, Abu Lahab (nama lainnya Abdul 'Azi) dan Ghaidaq.[30]
Ia juga memiliki enam anak perempuan yang bernama: Atikah, Shafiyah, Amimah, Barah, Urwa dan Ummu Hakim.[31] Diantara paman Rasulullah hanya Abu Thalib, Hamzah dan Abbas yang menerima dakwah Rasulullah saw dan memeluk agama Islam, begitupun dari kalangan bibinya, hanya Shafiyah dan Urwa. [32]
Có vẻ như bạn đang dùng nhầm tính năng này do sử dụng quá nhanh. Bạn tạm thời đã bị chặn sử dụng nó.
Our non-profit organisation is dedicated to improving access to education for all. With your support, we can help provide the resources and opportunities needed for success.
Selain istri, wali juga perlu memberitahukan suami untuk berhenti berjudi
Semua lika-liku kehidupan merupakan musibah yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ujian yang diberikan pasti sesuai dengan kemampuan hambanya masing-masing. Lagi pula, segala bentuk ujian diberikan agar umat-Nya mendapat pahala sebagai bekal masuk surga.
Ustaz Abdul Somad menjelaskan bahwa seorang istri mempunyai enam orang wali, yaitu ayah, kakek, abang, adek, abang dari ayah, dan adek dari ayah.
Jika suami dari Mama bermain judi, maka yang harus dilakukan bukanlah memarahi suami, namun disarankan untuk melaporkan hal tersebut kepada wali yang dipercayai.
“Kalau suami ibu main judi, maka ibu bukan ngamuk ngamuk sama bapak, tapi melapor kepada wali. Wali yang memanggil suami untuk diberitahu,” kata Ustaz Somad.
Segera ambil tindakan jika suami mama ketahuan bermain judi baik online maupun offline
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Seiring berkembangnya teknologi yang semakin maju, marak terjadinya kasus judi online. Hal tersebut tentu membuat para istri di luar sana mulai waspada terhadap sikap pasangannya. Sebagai seorang istri, Mama dituntut untuk lebih memperhatikan suaminya, jangan sampai suami terjerumus dalam dunia perjudian.
Bagi Mama yang mempunyai suami sudah terlibat permainan judi, Ustaz Abdul Somad menganjurkan untuk segera mengambil sikap. Usahakan jangan dibiarkan begitu saja. Kebiasaan buruk tersebut bisa diatasi dengan bantuan wali mama.
Melansir dari kanal YouTube Dakwah Singkat Padat, berikut Popmama.com telah merangkum informasi terkait cara menyikapi suami yang suka main judi menurut Ustaz Abdul Somad.
Menjadi Pembesar di Kota Mekah
Muththalib setelah kematian saudaranya Hasyim, ia kemudian menjadi pengganti kedudukannya sebagai kepala kabilah. Setelah beberapa tahun berlalu, sewaktu berada di Yaman disebuah perkampungan bernama Radiman, ia meninggal dunia sehingga kedudukannya sebagai kepala kabilah jatuh ke tangan keponakannya, Abdul Muththalilb. Abdul Mutthalib berkat kecakapan, kecerdasan dan kebijaksanaan yang dimilikinya, semua kaum Quraisy ridha dengan kepemimpinannya.[12]
Disebutkan dalam Al-Qur'an, judi merupakan perbuatan setan
Keharaman perbuatan judi merupakan status mutlak yang telah tertulis dalam ayat suci Al-Qur'an, tepatnya dalam QS Al-Maidah ayat 90, berbunyi:
إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan,” (QS. Al Maidah: 90).
Dalam ayat tersebut, Allah menyebut judi sebagai salah satu bentuk perbuatan setan. Judi perlu dihindari karena bersifat haram.
Dengan menjauhi segala perbuatan yang dilakukan setan, maka hidup akan terasa lebih tentram dan tenang. Uang yang dihasilkan dari judi baik sedikit maupun banyak tetaplah haram.